468x60 Ads

 PENINGGALAN KERAJAAN TARUMANEGARA

Kerajaan Hindu tertua yang kedua adalah kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kerajaan Tarumanegara berdiri sekitar abad ke-5 masehi dan rajanya yang terkenal bernama Purnawarman. Sumber sejarah adanya kerajaan Tarumanegara diperoleh dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri yaitu ditemukannya 7 buah prasasti sebagai berikut:
1. Prasasti Ciaruteun, yang ditemukan di tepi sungai Ciaruteun, daerah Ciampea, Bogor.
2. Prasasti Jambu, yang ditemukan di sebelah barat Bogor.
3. Prasasti Kebon Kopi, yang ditemukan di Muara Ilir Cibungbulang, Bogor.
4. Prasasti Pasir Awi, yang ditemukan juga dekat Bogor.
5. Prasasti Muara Cianten, yang juga ditemukan dekat Bogor.
6. Prasasti Tugu, yang ditemukan di Cilincing Jakarta.
7. Prasasti Cidanghiang, yang ditemukan di Lebak Pandeglang (Banten).

Pada Prasasti Ciaruteun, bertuliskan 4 baris kalimat yang dituliskan pada batu besar. Pada batu ini terdapat juga lukisan lebah-lebah dan sepasang telapak kaki. Prasasti ini bertuliskan “Ini bekas dua kaki, yang seperti kaki dewa Wisnu, ialah kaki yang mulia Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.

Diduga bahwa nama asli kerajaan Taruma adalah kerajaan Aruteun. Hal ini sesuai dengan catatan sejarah Cina, bahwa negeri Ho-lo-tan (Aruteun) di She-po (Jawa) telah mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 430, 437, dan 452 masehi. Setelah mendapat pengaruh budaya India, nama Aruteun diubah menjadi Taruma. Nama Taruma ini diambil dari nama daerah di India Selatan. Perubahan nama ini diperkirakan terjadi pada akhir abad ke-5 masehi. Sejak abad ke-6 masehi, nama Ho-lo-tan (Aruteun) tidak disebut-sebut lagi. Sebagai gantinya muncul nama To-lo-mo (Taruma) yang pernah mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 528, 535, 630, dan 669 masehi.

Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak ditemukan di bukit Koleangkak, sekitar 30 km sebelah barat Bogor. Bunyi prasasti itu “Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada taranya, yang termasyhur Sri Purnawarman, yang memerintah di Taruma dan yang baju zirahnya tak dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang tapak kakinya, yang senantiasa berhasil menggempur kota-kota musuh, dihormati para pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging bagi musuh-musuhnya”.


Prasasti Tugu ditemukan di desa Tugu Cilincing Jakarta. Prasasti Tugu ini merupakan prasasti terpanjang dan terpenting dari peninggalan raja Purnawarman. Tulisannya dipahatkan di atas sebuah batu bulat panjang. Isinya menyebutkan tentang penggalian sungai Gomati yang panjangnya 6.112 tumbak atau kurang lebih sekitar 11 Km. Penggalian sungai ini dilakukan pada tahun pemerintahan yang ke-22 dari raja Purnawarman. Penggalian dikerjakan dalam waktu 21 hari. Setelah pembuatan sungai selesai diadakan selamatan. Dalam selamatan itu, raja Purnawarman memberikan hadiah 1.000 ekor sapi kepada para Brahmana. Selain itu, prasasti Tugu menyebutkan pula tentang penggalian sungai Candrabhaga. Menurut Profesor Poerbatjaraka sungai Candrabhaga adalah sungai Bekasi sekarang.

Prasasti Tugu ini adalah prasasti yang pertama kali menyebutkan penanggalan, namun tahunnya tidak disebutkan. Bulan yang disebutkan adalah phalguna dan caitra yakni nama bulan yang bertepatan dengan bulan Februari dan April. Pembuatan sungai Candrabhaga diduga untuk mengatasi bahaya banjir yang sering melanda daerah Bekasi. Prasasti menunjukkan pula bahwa rakyat Tarumanegara hidup dari pertanian dan beternak. Hal ini ditunjukkan oleh kemampuan raja menghadiahkan 1.000 ekor sapi kepada para Brahmana.

Prasasti Pasir Awi dan Prasasti Muara Cianten ditulis dengan huruf yang berbentuk ikal dan sampai sekarang belum dapat dibaca. Selain itu ada pula gambar telapak kaki. Prasasti Cidanghiang baru ditemukan tahun 1947 yang terdiri atas dua baris kalimat. Isinya adalah “Ini (tanda) keperwiraan, keagungan dan keberanian yang sungguh-sungguh dari raja dunia, yang mulia Purnawarman, yang menjadi panji seluruh raja-raja”.

0 komentar:

Posting Komentar